Minggu, 21 Oktober 2012

TEORI LOKASI


TEORI LOKASI DAN CENTRAL PLACE
DISUSUN UNTUK MELENGKAPI TUGAS
MATA KULIAH GEOGRAFI INDUSTRI



 

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012



TEORI LOKASI (ALFRED WEBER)

Teori lokasi yang dikemukakan oleh Alfred Weber berawal dari tulisannya yang berjudul Uber den Standort der Industrien pada tahun 1909. Prinsip teori Weber adalah : “ bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau ongkosnya paling murah atau minimal (least cost location)“. Asumsi Weber yang bersifat prakondisi antara lain :
1.      Wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduknya. Keadaan penduduk yang dimaksud adalah menyangkut jumlah dan kualitasnya.
2.      Ketersediaan sumberdaya bahan mentah. Invetarisasi sumberdaya bahan mentah sangat diperlukan dalam industri.
3.      Upah tenaga kerja. Upah atau gaji bersifat mutlak harus ada dalam industri yakni untuk membayar para tenaga kerja.
4.      Biaya pengangkutan bahan mentah ke lokasi pabrik sangat ditentukan oleh bobot bahan mentah dan lokasi bahan mentah.
5.      Persaingan antarkegiatan industri.
6.      Manusia itu berpikir rasional.

            Weber juga menyusun sebuah model yang dikenal dengan istilah segitiga lokasional (locational triangle), yang didasarkan pada asumsi:
1.      Bahwa daerah yang menjadi obyek penelitian adalah daerah yang terisolasi. Konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna.
2.      Semua sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas.
3.      Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat.
4.      Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSDGzy0F2Rxx69z1XY_cQq3RYDxpcEHhKK7Ht6R0yMbS_HfiydViANxtqTe-K-73ZnlJ89fOlMfq3Shg_JaF4fVYYMlWXjeo9aOQikYGxcn0xB_StySwy14meMgsHzaNGbv6qf0QLDimI/s400/Segitiga+Lokasional+Weber+-+Teori+Lokasi+Industri+Weber.jpg
Secara matematis segitiga lokasional dirumuskan dengan sebuah persamaan:

T(k) = q [ ( k1 a1 n1 ) + (k2 a2 n2 ) + m k3 ]
Dimana :

T(k)     = biaya angkut minimum
M        = sumber bahan baku
C         = pasar
K         = lokasi optimal industri
q          = output (hasil produksi)
k          = jarak dari sumber bahan baku            dan pasar
a          = koefisien input
n          = biaya angkut bahan baku
m         = biaya angkut hasil produksi


Berdasarkan pertimbangan segitiga lokasi di atas, dihasilkan tempat dengan biaya transportasi minimal (minimum transportation cost) dengan titik-titik peng-hubung satu sama lain.
·         Gambar (a) terjadi saat berat bahan baku sama dengan berat barang jadi, sehingga biaya transportasi minimal saat lokasi optimal berada di tengah, di mana nilai indeks material sama dengan 1 (IM=1).
·         Gambar (b) terjadi saat berat bahan baku lebih besar dari berat barang jadi, sehingga lokasi optimal berada mendekati sumber bahan baku karena biaya transportasi bahan baku lebih mahal, di mana nilai IM lebih besar dari 1 (IM>1).
·         Gambar (c) terjadi saat berat bahan baku lebih kecil dari berat barang jadi, sehingga lokasi optimal berada mendekati pasar karena biaya transportasi bahan baku lebih murah, di mana nilai IM kurang dari 1 (IM<1).

Menurut Weber, untuk menentukan lokasi industri ada tiga faktor penentu yaitu :
·         Material
·         Konsumsi
·         Tenaga Kerja.
Ketiga faktor di atas oleh Weber diukur dengan ekuivalensi ongkos transport. Weber juga masih mengajukan beberapa asumsi lagi yaitu :
·         Hanya tersedia satu jenis alat transportasi.
·         Lokasi pabrik hanya ada di satu tempat. 
·         Jika ada beberapa macam bahan mentah maka sumbernya juga berasal dari beberapa tempat.
Dengan menggunakan 3 (tiga) asumsi diatas , maka biaya transport akan tergantung dari bobot barang atau volume dan jarak pengangkutan. Weber menggunakan segitiga bobot yang sisinya menunjukkan perbandingan bobot material-material yang diangkut, dan segitiga jarak yang menunjukkan jarak pengangkutan.
Weber mengelompokkan industri menjadi dua, yaitu industri yang weight losing (industri yang hasil produksinya memiliki berat yang lebih ringan daripada bahan bakunya, misalnya industri kertas. Industri ini memiliki indeks material < 1). Dengan indeks material > 1, maka biaya transportasi bahan baku menuju pabrik akan lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya transportasi produk jadi menuju pasaran (market). Oleh karena itu, lokasi pabrik seharusnya diletakkan di dekat sumber bahan baku (resources oriented). Sebaliknya, bagi industri yang berjenis weight gaining, maka lokasi industri lebih baik diletakkan di dekat pasar. Penggunaan kedua prinsip untuk menentukan lokasi industri di atas akan mengalami kesulitan apabila berat benda yang masuk ke dalam perhitungan tidak jauh berbeda.



TEORI CENTRAL PLACE

Teori ini dikemukakan oleh Walter Christaller pada tahun 1933 dalam bukunya yang berjudul Central Places In Southern Germany. Dalam buku ini Christaller mencoba menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah Tempat pusat (central place) merupakan suatu tempat dimana produsen cenderung mengelompok di lokasi tersebut untuk menyediakan barang dan jasa bagi populasi di sekitarnya.  Asumsi-asumsi yang dikemukakan dalam teori Christaller antara lain:
a.       Suatu lokasi yang memiliki permukaan datar yang seragam.
b.      Lokasi tersebut memiliki jumlah penduduk yang merata dan memiliki daya beli yang sama.
c.       Lokasi tersebut mempunyai kesempatan transport dan komunikasi yang merata/gerakan ke segala arah (isotropic surface).
d.      Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak/biaya.

Lima asumsi yang digunakan oleh Christaller untuk membangun teori dengan pendekatan ilmu geografi ekonomi, antara lain :
e.       Karena para konsumen yang menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat yang dinyatakan dalam biaya dan waktu,amat penting.
f.       Karena konsumen yang memikul ongkos angkutan, maka jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.
g.      Semua konsumen dalam usaha mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan, menuju ke tempat pusat yang paling dekat letaknya.
h.      Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah disekitarnya. Artinya ada hubungan antara besarnya tempat pusat dan besarnya (luasnya) wilayah pasaran, banyaknya penduduk dan tingginya pendapatan di wilayah yang bersangkutan.
i.        Wilayah tersebut digagaskan sebagai dataran dimana penduduknya tersebar merata dan ciri-ciri ekonomisnya sama (besar penghasilan sama).

Teori central place ini didasarkan pada prinsip jangkauan (range) dan ambang batas (threshold).
·         Range merupakan jarak jangkauan antara penduduk dan tempat suatu aktivitas pasar yang menjual kebutuhan komoditi atau barang. Misalnya seseorang membeli baju di lokasi pasar tertentu, range-nya adalah jarak antara tempat tinggal orang tersebut dengan pasar lokasi tempat dia membeli baju. Apabila jarak ke pasar lebih jauh dari kemampuan jangkauan penduduk yang bersangkutan, maka penduduk cenderung akan mencari barang dan jasa ke pasar lain yang lebih dekat.
·         Threshold adalah jumlah minimum penduduk atau konsumen yang dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan pemasokan barang atau jasa yang bersangkutan, yang diperlukan dalam penyebaran penduduk atau konsumen dalam ruang (spatial population distribution).
Dari komponen range dan threshold maka lahir prinsip optimalisasi pasar (market optimizing principle). Prinsip ini antara lain menyebutkan bahwa dengan memenuhi asumsi di atas, dalam suatu wilayah akan terbentuk wilayah tempat pusat (central place). Pusat tersebut menyajikan kebutuhan barang dan jasa bagi penduduk sekitarnya. Apabila sebuah pusat dalam range dan threshold yang membentuk lingkaran, bertemu dengan pusat yang lain yang juga memiliki range dan threshold tertentu, maka akan terjadi daerah yang bertampalan. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah yang bertampalan akan memiliki kesempatan yang relatif sama untuk pergi ke kedua pusat pasar itu.

Christaller juga menyatakan bahwa sistem tempat pusat membentuk suatu hierarki yang teratur  dimana keteraturan dan hierarki tersebut didasarkan pada prinsip bahwa suatu tempat menyediakan tidak hanya barang dan jasa untuk tingkatannya sendiri, tetapi juga semua barang dan jasa lain yang ordernya lebih rendah. Hierarki tempat pusat menurut teori ini dibedakan menjadi 3, yaitu:
a.       Tempat sentral yang berhierarki 3 (K = 3) merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang bagi daerah sekitarnya atau disebut juga sebagai kasus pasar optimal.
b.      Tempat sentral yang berhierarki 4 (K = 4) merupakan situasi lalu lintas yang optimum yakni daerah tersebut dan daerah sekitarnya yang terpengaruh oleh tempat sentral senantiasa memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien.
c.       Tempat sentral yang berhierarki 7 (K = 7) merupakan situasi administratif yang optimum yang mana tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah tetangganya.
Untuk menerapkan teori ini, diperlukan beberapa syarat di antaranya sebagai berikut:
a.        Topografi atau keadaan bentuk permukaan bumi dari suatu wilayah relatif seragam sehingga tidak ada bagian yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh alam lain dalam hubungannya dengan jalur angkutan.
b.        Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu, dan batubara.
Model Christaller tentang terjadinya model area perdagangan heksagonal adalah sebagai berikut:
a.       Mula-mula terbentuk areal perdagangan suatu komoditas berbentuk lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran memiliki pusat dan menggambarkan threshold dari komoditas tersebut.
b.      Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari komoditas tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih.
c.        Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh daratan yang tidak lagi tumpang tindih.
d.      Tiap barang berdasarkan tingkat ordenya memiliki heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k = 3, maka barang orde I memiliki lebar heksagonal 3 kali heksagonal barang orde II, dan seterusnya. Heksagonal yang sama besarnya tidak akan tumpang tindih tetapi antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi tumpang tindih.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8Oj1qoCwLGKmLU9cF9_uLiBN_lWql6_x8YH-QaHBk9UPPx9aIyGeohHZy3DMUQP5lO81UoSRKc9pUnJbpAtJi8TUxQU_Ur5-MqKHHexED9L3DLcIqCHMQlVFs33JcK7DOcsHINzR10eUB/s400/area-pelayanan-heksagonal.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFAxdML8dtXj71eP98OYAgFELnlAMLJtQFbspfncgVgzRdl_PF6gSRtwk-_L4spKTPUg-Xt9JJl2a4D8fAuQkrXbpH_GwODI9d0-68vqk6Df48DdYYu6U163_v7bn_NMI0MHhFIgGHO4I/s320/untitled.bmp

Keterbatasan system tempat pusat dari Christaller ini meliputi beberapa kendala, antara lain :
·         jumlah penduduk
·         pola aksesibilitas
·         distribusi.
Perubahan penduduk yang besar akan menjadikan pola tidak menentu terhadap pola segi enam yang seyogyanya terjadi. Keterbatasan aksesibilitas transportasi ke suatu wilayah akan menjadi ke-bias-an pola segi enam, terutama bila terdapat keterbatasan fisik wilayah. Dalam kenyataannya, konsumen atau masyarakat tidak selalu rasional dalam memilih barang atau komoditi yang diinginkan.
Berdasarkan model k=3, pusat dari hierarki yang lebih rendah berada pada sudut dari hierarki yang lebih tinggi sehingga pusat yang lebih rendah berada pada pengaruh dari tiga hierarki yang lebih tinggi darinya.



Terjadinya Konsentrasi Produsen/Pedagang dari berbagai jenis barang.
Christaller menyatakan bahwa produsen berbagai jenis barang untuk orde yang sama cenderung berlokasi pada titik sentral di wilayahnya dan hal ini mendorong terciptannya kota.

Terjadinya Konsentrasi Produsen/Pedagang dari barang sejenis
Uraian tentang range dan thereshold dapat menjelaskan mengapa terjadi konsentrasi dari berbagai jenis usaha pada satu lokasi tetapi konsep itu tidak dapat menjelaskan mengapa dipasar juga ada kecenderungan bahwa pedagang dari komoditas sejenis juga memilih untuk berlokasi secara berkonsentrasi/berdekatan. Konsep thereshold tidak memungkinkan produsen/pedagang sejenis berada berdekatan karena pada satu ruang threshold hanya boleh ada satu produsen/pedagang.
Apabila berdekatan harus ada yang gulung tikar dan yang tersisa hanya satu produsen/pedagang. Jadi kemungkinan penjelasannya adalah hanya mungkin lewat penelaahan sikap manusia. Adalah menjadi sifat manusia untuk berusaha mendapatkan barang yang diinginkan dalam batas waktu tertentu dengan harga yang semurah mungkin. Apabila pembeli hanya berhadapan dengan seorang penjual, harga yang ditawarkan penjual menjadi tidak jelas bagi pembeli, apakah harga itu adalah harga terendah yang dapat dia peroleh atau tidak. Dengan berkumpulnya banyak penjual barang sejenis pada lokasi yang sama, pembeli mendapat kesempatan untuk membandingkan harga di antara para penjual dan akan membeli pada penjual yang menawarkan harga terendah (pembeli butuh informasi untuk membuat keputusan). Hal ini membuat lokasi yang memiliki banyak penjual barang sejenis, lebih memiliki daya tarik bagi pembeli ketimbang lokasi yang hanya memiliki sedikit penjual.




DAFTAR REFERENSI

http://rarasabria.blogspot.com/2012/09/teori-lokasi-industri-weber.html
http://rarasabria.blogspot.com/2012/10/teori-tempat-pusat-christaller.html
http://geografi-geografi.blogspot.com/2010/11/teori-lokasi-industri-pertimbangan.html
http://danitama.blogspot.com/2008/12/teori-kerungan-christaller.html
http://indrajayaadriand.wordpress.com/2009/01/20/tugas-6-bu-bitta-teori-lokasi-dan-pola-ruang/
http://annisamuawanah.blogspot.com/2012/01/teori-tempat-pusat-teori-christaller.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar