TEORI LOKASI DAN CENTRAL PLACE
DISUSUN UNTUK MELENGKAPI TUGAS
MATA KULIAH GEOGRAFI INDUSTRI
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
TEORI LOKASI (ALFRED WEBER)
Teori lokasi yang dikemukakan oleh Alfred Weber berawal dari
tulisannya yang berjudul Uber den Standort der Industrien pada tahun 1909.
Prinsip teori Weber adalah : “ bahwa
penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau
ongkosnya paling murah atau minimal (least cost location)“. Asumsi Weber
yang bersifat prakondisi antara lain :
1.
Wilayah
yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduknya. Keadaan penduduk yang
dimaksud adalah menyangkut jumlah dan kualitasnya.
2.
Ketersediaan
sumberdaya bahan mentah. Invetarisasi sumberdaya bahan mentah sangat diperlukan
dalam industri.
3.
Upah
tenaga kerja. Upah atau gaji bersifat mutlak harus ada dalam industri yakni
untuk membayar para tenaga kerja.
4.
Biaya
pengangkutan bahan mentah ke lokasi pabrik sangat ditentukan oleh bobot bahan
mentah dan lokasi bahan mentah.
5.
Persaingan
antarkegiatan industri.
6.
Manusia
itu berpikir rasional.
Weber juga menyusun sebuah model
yang dikenal dengan istilah segitiga lokasional (locational triangle), yang
didasarkan pada asumsi:
1.
Bahwa daerah yang menjadi obyek
penelitian adalah daerah yang terisolasi. Konsumennya terpusat pada pusat-pusat
tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan
sempurna.
2.
Semua sumber daya alam tersedia secara
tidak terbatas.
3.
Barang-barang lainnya seperti minyak
bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat.
4.
Tenaga kerja tidak tersedia secara luas,
ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi.
Secara matematis segitiga lokasional dirumuskan dengan sebuah persamaan:
T(k) = q [ ( k1 a1 n1 )
+ (k2 a2 n2 ) + m k3 ]
Dimana :
T(k) = biaya angkut minimum
M = sumber
bahan baku
C = pasar
K = lokasi optimal industri
q = output (hasil produksi)
k = jarak dari
sumber bahan baku dan pasar
a = koefisien input
n = biaya angkut bahan baku
m = biaya angkut hasil produksi
Berdasarkan pertimbangan segitiga
lokasi di atas, dihasilkan tempat dengan biaya transportasi minimal (minimum
transportation cost) dengan titik-titik peng-hubung satu sama lain.
·
Gambar
(a) terjadi saat berat bahan baku sama dengan berat barang jadi, sehingga biaya
transportasi minimal saat lokasi optimal berada di tengah, di mana nilai indeks
material sama dengan 1 (IM=1).
·
Gambar
(b) terjadi saat berat bahan baku lebih besar dari berat barang jadi, sehingga
lokasi optimal berada mendekati sumber bahan baku karena biaya transportasi
bahan baku lebih mahal, di mana nilai IM lebih besar dari 1 (IM>1).
·
Gambar
(c) terjadi saat berat bahan baku lebih kecil dari berat barang jadi, sehingga
lokasi optimal berada mendekati pasar karena biaya transportasi bahan baku
lebih murah, di mana nilai IM kurang dari 1 (IM<1).
Menurut
Weber, untuk menentukan lokasi industri ada tiga faktor penentu yaitu :
·
Material
·
Konsumsi
·
Tenaga
Kerja.
Ketiga
faktor di atas oleh Weber diukur dengan ekuivalensi ongkos transport. Weber juga
masih mengajukan beberapa asumsi lagi yaitu :
·
Hanya
tersedia satu jenis alat transportasi.
·
Lokasi
pabrik hanya ada di satu tempat.
·
Jika
ada beberapa macam bahan mentah maka sumbernya juga berasal dari beberapa
tempat.
Dengan menggunakan 3 (tiga) asumsi diatas , maka biaya
transport akan tergantung dari bobot barang atau volume dan jarak pengangkutan.
Weber menggunakan segitiga bobot yang sisinya menunjukkan perbandingan bobot
material-material yang diangkut, dan segitiga jarak yang menunjukkan jarak
pengangkutan.
Weber mengelompokkan industri menjadi dua, yaitu industri
yang weight losing (industri yang
hasil produksinya memiliki berat yang lebih ringan daripada bahan bakunya,
misalnya industri kertas. Industri ini memiliki indeks material < 1). Dengan
indeks material > 1, maka biaya transportasi bahan baku menuju pabrik akan
lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya transportasi produk jadi menuju
pasaran (market). Oleh karena itu, lokasi pabrik seharusnya diletakkan di dekat
sumber bahan baku (resources oriented). Sebaliknya, bagi industri yang berjenis
weight gaining, maka lokasi industri
lebih baik diletakkan di dekat pasar. Penggunaan kedua prinsip untuk menentukan
lokasi industri di atas akan mengalami kesulitan apabila berat benda yang masuk
ke dalam perhitungan tidak jauh berbeda.
TEORI
CENTRAL PLACE
Teori ini dikemukakan oleh Walter Christaller pada tahun
1933 dalam bukunya yang berjudul Central Places In Southern Germany.
Dalam buku ini Christaller mencoba menjelaskan bagaimana susunan dari besaran
kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah Tempat pusat (central
place) merupakan suatu tempat dimana produsen cenderung mengelompok di
lokasi tersebut untuk menyediakan barang dan jasa bagi populasi di sekitarnya.
Asumsi-asumsi yang dikemukakan dalam teori Christaller antara lain:
a. Suatu lokasi yang memiliki permukaan
datar yang seragam.
b. Lokasi tersebut memiliki jumlah
penduduk yang merata dan memiliki daya beli yang sama.
c. Lokasi tersebut mempunyai kesempatan
transport dan komunikasi yang merata/gerakan ke segala arah (isotropic
surface).
d. Konsumen bertindak rasional sesuai
dengan prinsip minimisasi jarak/biaya.
Lima asumsi yang digunakan oleh Christaller untuk membangun
teori dengan pendekatan ilmu geografi ekonomi, antara lain :
e. Karena para konsumen yang menanggung
ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat yang dinyatakan dalam biaya dan
waktu,amat penting.
f. Karena konsumen yang memikul ongkos
angkutan, maka jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang
dinyatakan dalam biaya dan waktu.
g. Semua konsumen dalam usaha
mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan, menuju ke tempat pusat yang paling
dekat letaknya.
h.
Kota-kota
berfungsi sebagai central place bagi wilayah disekitarnya. Artinya ada hubungan
antara besarnya tempat pusat dan besarnya (luasnya) wilayah pasaran, banyaknya
penduduk dan tingginya pendapatan di wilayah yang bersangkutan.
i.
Wilayah
tersebut digagaskan sebagai dataran dimana penduduknya tersebar merata dan
ciri-ciri ekonomisnya sama (besar penghasilan sama).
Teori central place ini didasarkan pada prinsip
jangkauan (range) dan ambang batas (threshold).
·
Range merupakan jarak jangkauan antara
penduduk dan tempat suatu aktivitas pasar yang menjual kebutuhan komoditi atau
barang. Misalnya seseorang membeli baju di lokasi pasar tertentu, range-nya
adalah jarak antara tempat tinggal orang tersebut dengan pasar lokasi tempat
dia membeli baju. Apabila jarak ke pasar lebih jauh dari kemampuan jangkauan
penduduk yang bersangkutan, maka penduduk cenderung akan mencari barang dan
jasa ke pasar lain yang lebih dekat.
·
Threshold adalah jumlah minimum penduduk atau
konsumen yang dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan pemasokan barang atau
jasa yang bersangkutan, yang diperlukan dalam penyebaran penduduk atau konsumen
dalam ruang (spatial population distribution).
Dari komponen range dan threshold maka lahir
prinsip optimalisasi pasar (market optimizing principle). Prinsip ini
antara lain menyebutkan bahwa dengan memenuhi asumsi di atas, dalam suatu
wilayah akan terbentuk wilayah tempat pusat (central place). Pusat
tersebut menyajikan kebutuhan barang dan jasa bagi penduduk sekitarnya. Apabila
sebuah pusat dalam range dan threshold yang membentuk lingkaran,
bertemu dengan pusat yang lain yang juga memiliki range dan threshold
tertentu, maka akan terjadi daerah yang bertampalan. Penduduk yang bertempat
tinggal di daerah yang bertampalan akan memiliki kesempatan yang relatif sama
untuk pergi ke kedua pusat pasar itu.
Christaller juga menyatakan bahwa sistem tempat pusat
membentuk suatu hierarki yang teratur dimana keteraturan dan hierarki
tersebut didasarkan pada prinsip bahwa suatu tempat menyediakan tidak hanya
barang dan jasa untuk tingkatannya sendiri, tetapi juga semua barang dan jasa
lain yang ordernya lebih rendah. Hierarki tempat pusat menurut teori ini
dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Tempat sentral yang berhierarki 3 (K
= 3) merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan
barang-barang bagi daerah sekitarnya atau disebut juga sebagai kasus pasar
optimal.
b. Tempat sentral yang berhierarki 4 (K
= 4) merupakan situasi lalu lintas yang optimum yakni daerah tersebut dan
daerah sekitarnya yang terpengaruh oleh tempat sentral senantiasa memberikan
kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien.
c. Tempat sentral yang berhierarki 7 (K
= 7) merupakan situasi administratif yang optimum yang mana tempat sentral ini
mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah tetangganya.
Untuk menerapkan teori ini, diperlukan beberapa syarat di
antaranya sebagai berikut:
a.
Topografi
atau keadaan bentuk permukaan bumi dari suatu wilayah relatif seragam sehingga tidak
ada bagian yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh alam lain dalam
hubungannya dengan jalur angkutan.
b.
Kehidupan
atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak memungkinkan adanya
produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu, dan batubara.
Model Christaller tentang terjadinya model area perdagangan
heksagonal adalah sebagai berikut:
a. Mula-mula terbentuk areal
perdagangan suatu komoditas berbentuk lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran
memiliki pusat dan menggambarkan threshold dari komoditas tersebut.
b. Kemudian digambarkan
lingkaran-lingkaran berupa range dari komoditas tersebut yang
lingkarannya boleh tumpang tindih.
c. Range yang tumpang tindih dibagi antara
kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi
seluruh daratan yang tidak lagi tumpang tindih.
d. Tiap barang berdasarkan tingkat
ordenya memiliki heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k = 3, maka
barang orde I memiliki lebar heksagonal 3 kali heksagonal barang orde II, dan
seterusnya. Heksagonal yang sama besarnya tidak akan tumpang tindih tetapi
antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi tumpang tindih.
Keterbatasan system tempat pusat dari Christaller ini
meliputi beberapa kendala, antara lain :
·
jumlah
penduduk
·
pola
aksesibilitas
·
distribusi.
Perubahan penduduk yang besar akan menjadikan pola tidak
menentu terhadap pola segi enam yang seyogyanya terjadi. Keterbatasan
aksesibilitas transportasi ke suatu wilayah akan menjadi ke-bias-an pola segi
enam, terutama bila terdapat keterbatasan fisik wilayah. Dalam kenyataannya,
konsumen atau masyarakat tidak selalu rasional dalam memilih barang atau
komoditi yang diinginkan.
Berdasarkan model k=3, pusat dari hierarki yang lebih rendah
berada pada sudut dari hierarki yang lebih tinggi sehingga pusat yang lebih
rendah berada pada pengaruh dari tiga hierarki yang lebih tinggi darinya.
Terjadinya
Konsentrasi Produsen/Pedagang dari berbagai jenis barang.
Christaller menyatakan bahwa produsen berbagai jenis barang
untuk orde yang sama cenderung berlokasi pada titik sentral di wilayahnya dan
hal ini mendorong terciptannya kota.
Terjadinya
Konsentrasi Produsen/Pedagang dari barang sejenis
Uraian tentang range dan thereshold dapat menjelaskan
mengapa terjadi konsentrasi dari berbagai jenis usaha pada satu lokasi tetapi
konsep itu tidak dapat menjelaskan mengapa dipasar juga ada kecenderungan bahwa
pedagang dari komoditas sejenis juga memilih untuk berlokasi secara
berkonsentrasi/berdekatan. Konsep thereshold tidak memungkinkan produsen/pedagang
sejenis berada berdekatan karena pada satu ruang threshold hanya boleh ada satu
produsen/pedagang.
Apabila berdekatan harus ada yang gulung tikar dan yang
tersisa hanya satu produsen/pedagang. Jadi kemungkinan penjelasannya adalah
hanya mungkin lewat penelaahan sikap manusia. Adalah menjadi sifat manusia
untuk berusaha mendapatkan barang yang diinginkan dalam batas waktu tertentu
dengan harga yang semurah mungkin. Apabila pembeli hanya berhadapan dengan
seorang penjual, harga yang ditawarkan penjual menjadi tidak jelas bagi
pembeli, apakah harga itu adalah harga terendah yang dapat dia peroleh atau
tidak. Dengan berkumpulnya banyak penjual barang sejenis pada lokasi yang sama,
pembeli mendapat kesempatan untuk membandingkan harga di antara para penjual
dan akan membeli pada penjual yang menawarkan harga terendah (pembeli butuh
informasi untuk membuat keputusan). Hal ini membuat lokasi yang memiliki banyak
penjual barang sejenis, lebih memiliki daya tarik bagi pembeli ketimbang lokasi
yang hanya memiliki sedikit penjual.
DAFTAR
REFERENSI
http://rarasabria.blogspot.com/2012/09/teori-lokasi-industri-weber.html
http://rarasabria.blogspot.com/2012/10/teori-tempat-pusat-christaller.html
http://geografi-geografi.blogspot.com/2010/11/teori-lokasi-industri-pertimbangan.html
http://danitama.blogspot.com/2008/12/teori-kerungan-christaller.html
http://indrajayaadriand.wordpress.com/2009/01/20/tugas-6-bu-bitta-teori-lokasi-dan-pola-ruang/
http://annisamuawanah.blogspot.com/2012/01/teori-tempat-pusat-teori-christaller.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar